Sahabat Muslimah, Tidak sedikit di antara kita yang sering melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat menghapus pahala amal shalilnya sendiri
seperti menuliskan pada statusnya di FB atau bbmnya : “Tahajjud sudah,
dzikir sudah, baca al-Qur’an sudah. Sekarang apalagi ya?” Atau,
menuliskan bahwa dia sudah makan ini dan minum itu untuk sahur, agar
diketahui orang lain bahwa dia sedang mengerjakan puasa sunnah. atau
mengatakan: “Wahh, jalanan macet banget, bisa telat berbuka di rumah
nih”, atau dengan kalimat “Kayanya harus berbuka di jalan nih.”
Wahai para hamba Allah yang sedang meniti jalan menuju Rabbnya,
janganlah luasnya rahmat dan ampunan Allah menjadikan kita merasa aman
dari siksa dan adzab-Nya. Janganlah kita merasa bahwa segala amalan yang
kita kerjakan pasti diterima oleh-Nya, siapakah yang bisa menjamin itu
semua?
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (Al-Mu’minuun: 60).
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (Al-Mu’minuun: 60).
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
“Maksudnya, orang-orang yang memberikan pemberian itu khawatir dan takut tidak diterima amalannya, karena mereka merasa telah meremehkan dalam mengerjakan syarat-syaratnya.” [Tafsir Ibnu Katsir (3/234)]
“Maksudnya, orang-orang yang memberikan pemberian itu khawatir dan takut tidak diterima amalannya, karena mereka merasa telah meremehkan dalam mengerjakan syarat-syaratnya.” [Tafsir Ibnu Katsir (3/234)]
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah saw
tentang ayat di atas, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang
yang berpuasa, bersedekah, shalat, dan mereka merasa khawatir tidak
diterima amalannya.” [HR. Tirmidzi (no. 3175), Ibnu Majah (no. 4198),
Ahmad (6/159), Al-Hakim (2/393), dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah (no. 162)].
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan permisalan tentang hangusnya (terhapusnya) amalan seorang
hamba.
Firman Allah Ta’ala:
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (Al-Baqarah: 266)
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (Al-Baqarah: 266)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Allah membuat permisalan tentang sebuah amalan.” Umar bertanya: “Amalan apa?” Beliau menjawab: “Amalan ketaatan seorang yang kaya, kemudian Allah mengutus setan kepadanya hingga orang itu berbuat maksiat yang pada akhirnya setan menghanguskan amalannya.” [HR. Bukhari (no. 4538). Lihat Tafsir Ibnu Katsir (I/280)].
“Allah membuat permisalan tentang sebuah amalan.” Umar bertanya: “Amalan apa?” Beliau menjawab: “Amalan ketaatan seorang yang kaya, kemudian Allah mengutus setan kepadanya hingga orang itu berbuat maksiat yang pada akhirnya setan menghanguskan amalannya.” [HR. Bukhari (no. 4538). Lihat Tafsir Ibnu Katsir (I/280)].
Maka sudah selayaknya bagi kita untuk mengetahui apa saja sebab-sebab
yang dapat menghapuskan amal shalih sehingga kita pun bisa
menghindarinya.
Di Antara Sebab-sebab yang Dapat Menghapuskan Amal Shalih Adalah:
1. Syirik Kepada Allah.
Tidak diragukan lagi bahwa syirik akan menghapuskan seluruh amal shalih, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’aam: 88)
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’aam: 88)
Aisyah radhiyallahu ‘anha suatu hari pernah bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Abdullah bin Jud’an
yang mati dalam keadaan syirik pada masa jahiliyah, akan tetapi dia
orang yang baik, suka memberi makan, suka menolong orang yang teraniaya
dan punya kebaikan yang banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab:”Semua amalan itu tidak memberinya manfaat sedikit pun, karena
dia tidak pernah mengatakan: ‘Wahai Rabbku, berilah ampunan atas
kesalahan-kesalahanku pada hari kiamat kelak.” [HR. Muslim (no. 214)]
2. Riya’
Tidak diragukan lagi bahwa riya’ membatalkan dan menghapuskan amalan
seorang hamba. Dalam sebuah hadits qudsi, (Allah berfirman):
“Aku paling kaya, tidak butuh tandingan dan sekutu. Barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang lain, maka Aku tinggalkan amalannya dan tandingannya.” [HR. Muslim (no. 2985)]
“Aku paling kaya, tidak butuh tandingan dan sekutu. Barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang lain, maka Aku tinggalkan amalannya dan tandingannya.” [HR. Muslim (no. 2985)]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” [HR. Ahmad (5/428), Baihaqi (no. 6831), Baghawi dalam Syarhus Sunnah (4/201), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 951), Shahih Targhib (1/120)].
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” [HR. Ahmad (5/428), Baihaqi (no. 6831), Baghawi dalam Syarhus Sunnah (4/201), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 951), Shahih Targhib (1/120)].
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata:
“Ketahuilah bahwasanya amalan yang ditujukan kepada selain Allah bermacam-macam. Ada kalanya murni dipenuhi dengan riya’, tidaklah yang ia niatkan kecuali mencari perhatian orang demi meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya orang-orang munafik di dalam shalat mereka. Allah Ta’ala berfirman: “Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia.” (An-Nisaa': 142). Lanjutnya lagi: “Sesungguhnya ikhlas dalam ibadah sangat mulia. Amalan yang dipenuhi riya’ -tidak diragukan lagi bagi seorang muslim- sia-sia belaka, tidak bernilai, dan pelakunya berhak mendapat murka dan balasan dari Allah Ta’ala. Ada kalanya pula amalan itu ditujukan kepada Allah akan tetapi terkotori oleh riya’.” [Taisir Aziz Hamid (hal. 467)].
“Ketahuilah bahwasanya amalan yang ditujukan kepada selain Allah bermacam-macam. Ada kalanya murni dipenuhi dengan riya’, tidaklah yang ia niatkan kecuali mencari perhatian orang demi meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya orang-orang munafik di dalam shalat mereka. Allah Ta’ala berfirman: “Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia.” (An-Nisaa': 142). Lanjutnya lagi: “Sesungguhnya ikhlas dalam ibadah sangat mulia. Amalan yang dipenuhi riya’ -tidak diragukan lagi bagi seorang muslim- sia-sia belaka, tidak bernilai, dan pelakunya berhak mendapat murka dan balasan dari Allah Ta’ala. Ada kalanya pula amalan itu ditujukan kepada Allah akan tetapi terkotori oleh riya’.” [Taisir Aziz Hamid (hal. 467)].
Sekedar contoh: Seseorang sedang melaksanakan puasa sunnah dengan
niat semata-mata karena Allah. Tapi kemudian dia berkata agar diketahui
oleh orang lain bahwa dia sedang berpuasa: “Enaknya buka puasa pakai apa
ya?” Atau, ia menulis di status FB-nya bahwa ia telah melakukan amal
shalih ini dan itu agar diketahui orang banyak bahwa ia melakukan amal
shalih. Maka hanguslah amalnya.
3. Menerjang Apa yang Diharamkan Allah Ketika Sedang Sendirian
Berapa banyak di antara kita yang berani menerjang hal-hal yang
dilarang oleh Allah, utamanya ketika sedang sendiri dan merasa tidak ada
yang tahu, padahal telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat Yang
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Orang yang tetap nekat menerjang apa yang diharamkan Allah ketika
sedang sendirian, maka akan terhapus amalnya berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan mereka bagaikan debu yang bertebaran.” Tsauban radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Terangkanlah sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman Allah.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 4245), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 505)].
“Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan mereka bagaikan debu yang bertebaran.” Tsauban radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Terangkanlah sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman Allah.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 4245), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 505)].
4. Menyebut-nyebut Amalan Shalihnya
Tidak diragukan lagi bahwa menyebut-nyebut amalan shalih dapat menghapuskan amal seorang hamba. Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang seperti itu bagaikan batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 264).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang seperti itu bagaikan batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 264).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya ADZAB YANG PEDIH.” Para sahabat bertanya: “Terangkan sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, alangkah meruginya mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah orang yang menjulurkan pakaiannya, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian (amalan), dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” [HR. Muslim (no. 106)].
“Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya ADZAB YANG PEDIH.” Para sahabat bertanya: “Terangkan sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, alangkah meruginya mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah orang yang menjulurkan pakaiannya, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian (amalan), dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” [HR. Muslim (no. 106)].
5. Mendahului Rasulullah saw Dalam Perintahnya
Maksudnya adalah, janganlah seorang muslim melakukan amalan yang
tidak diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab
hal itu termasuk perbuatan lancang terhadap beliau. Sebab syarat
diterimanya amal adalah yang sesuai dengan petunjuknya, yaitu ada
contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujuraat: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujuraat: 1)
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” [HR. Muslim (no. 1718)]
“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” [HR. Muslim (no. 1718)]
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Waspadalah anda dari ditolaknya amalan pada awal kali hanya karena menyelisihinya, engkau akan disiksa dengan berbaliknya hati ketika akan mati. Sebagaimana Allah berfirman: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’aam: 110). (Lihat majalah At-Tauhid, Jumadal Ula 1427 H).
“Waspadalah anda dari ditolaknya amalan pada awal kali hanya karena menyelisihinya, engkau akan disiksa dengan berbaliknya hati ketika akan mati. Sebagaimana Allah berfirman: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’aam: 110). (Lihat majalah At-Tauhid, Jumadal Ula 1427 H).
6. Bersumpah Atas Nama Allah Tanpa Ilmu
Rasulullah saw bersabda:
“Dahulu kala ada dua orang dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar berbuat dosa, sedangkan yang satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin beribadah selalu mengawasi dan mengingatkan temannya agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya: ‘Berhentilah berbuat dosa!’ Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu berkata: ‘Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi aku terus?’ Yang rajin beribadah itu akhirnya berang dan berkata: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!’ Atau ‘Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!!’ Akhirnya Allah mencabut arwah keduanya dan dikumpulkan di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang rajin beribadah: ‘Apakah engkau tahu apa yang ada pada diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas`apa yang ada di tangan-Ku?’ Allah berkata kepada yang berbuat dosa: ‘Masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku.’ Dan Dia berkata kepada yang rajin beribadah: ‘Dan engkau masuklah ke dalam neraka!’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” [HR. Abu Dawud (no. 4901), Ahmad (2/323), dishahihkan oleh Ahmad Muhammad`Syakir dalam Syarh Musnad (no. 8275). Lihat pula al-Misykah (no. 2347).
“Dahulu kala ada dua orang dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar berbuat dosa, sedangkan yang satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin beribadah selalu mengawasi dan mengingatkan temannya agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya: ‘Berhentilah berbuat dosa!’ Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu berkata: ‘Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi aku terus?’ Yang rajin beribadah itu akhirnya berang dan berkata: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!’ Atau ‘Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!!’ Akhirnya Allah mencabut arwah keduanya dan dikumpulkan di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang rajin beribadah: ‘Apakah engkau tahu apa yang ada pada diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas`apa yang ada di tangan-Ku?’ Allah berkata kepada yang berbuat dosa: ‘Masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku.’ Dan Dia berkata kepada yang rajin beribadah: ‘Dan engkau masuklah ke dalam neraka!’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” [HR. Abu Dawud (no. 4901), Ahmad (2/323), dishahihkan oleh Ahmad Muhammad`Syakir dalam Syarh Musnad (no. 8275). Lihat pula al-Misykah (no. 2347).
Dari Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada orang yang berkata: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.’ Maka Allah berkata: ‘Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku membatalkan amalanmu!” [HR. Muslim (no. 2621)]
“Ada orang yang berkata: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.’ Maka Allah berkata: ‘Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku membatalkan amalanmu!” [HR. Muslim (no. 2621)]
7. Membenci Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad: 9)
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad: 9)
Yaitu karena mereka membenci apa yang dibawa oleh Rasul-Nya berupa
Al-Qur’an yang isi kandungannya berupa tauhid dan hari kebangkitan,
karena alasan itu maka Allah menghapuskan amal-amal kebajikan yang
pernah mereka kerjakan. [Fathul Qadir (5/32)].
8. Terluput Mengerjakan Shalat Ashar
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang terluput dari mengerjakan shalat ashar, maka terhapuslah seluruh pahala amalannya pada hari itu.” (HR. Bukhari, An Nasaa-i dan Ibnu Majah)
“Barangsiapa yang terluput dari mengerjakan shalat ashar, maka terhapuslah seluruh pahala amalannya pada hari itu.” (HR. Bukhari, An Nasaa-i dan Ibnu Majah)
9. Mendustakan Takdir
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kalau seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikit pun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tidak akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaan mengimani selain ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan Ahmad, Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali berkata: hadits ini shahih).
“Kalau seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikit pun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tidak akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaan mengimani selain ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan Ahmad, Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali berkata: hadits ini shahih).
10. Mendatangi Pelayan Setan (Dukun / Orang Pintar / Tukang Ramal / Paranormal / Membaca Ramalan Bintang)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari.” (HR. Muslim)
”Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari.” (HR. Muslim)
11. Akhlak yang Buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dan sesungguhnya akhlak yang buruk merusak amal shalih sebagaimana cuka yang merusak madu.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awshath (I/259 no. 859) dan al-Mu’jam al-Kabir (X/319 no. 10777). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 907]
“Dan sesungguhnya akhlak yang buruk merusak amal shalih sebagaimana cuka yang merusak madu.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awshath (I/259 no. 859) dan al-Mu’jam al-Kabir (X/319 no. 10777). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 907]
Berkata Al-‘Askari:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan amalan kebajikan jika ia menggandengkannya dengan akhlak yang buruk maka akan merusak amalannya dan MENGGUGURKAN PAHALANYA sebagaimana seseorang yang bersedekah jika mengikutkan sedekahnya dengan al-mann (menyebut-nyebut sedekahnya, sehingga menyakiti yang disedekahkan).” (Faidhul Qadiir, 4/1134-114)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan amalan kebajikan jika ia menggandengkannya dengan akhlak yang buruk maka akan merusak amalannya dan MENGGUGURKAN PAHALANYA sebagaimana seseorang yang bersedekah jika mengikutkan sedekahnya dengan al-mann (menyebut-nyebut sedekahnya, sehingga menyakiti yang disedekahkan).” (Faidhul Qadiir, 4/1134-114)
Renungkanlah hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah, dikatakan kepada Rasulullah:
“Sesungguhnya si fulanah shalat malam dan berpuasa sunnah (dalam riwayat Ahmad, “Sesungguhnya si fulanah disebutkan tentang banyaknya shalatnya, puasanya dan sedekahnya”) namun ia mengucapkan sesuatu yang mengganggu para tetangganya, lisannya panjang?”
“Sesungguhnya si fulanah shalat malam dan berpuasa sunnah (dalam riwayat Ahmad, “Sesungguhnya si fulanah disebutkan tentang banyaknya shalatnya, puasanya dan sedekahnya”) namun ia mengucapkan sesuatu yang mengganggu para tetangganya, lisannya panjang?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Tidak ada kebaikan padanya, dia di Neraka.”
“Tidak ada kebaikan padanya, dia di Neraka.”
Dikatakan kepada beliau:
“Sesungguhnya si fulanah shalat yang wajib dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta bersedekah dengan beberapa potong susu kering, dan ia tidak memiliki kebaikan selain ini, namun ia tidak mengganggu seorang pun?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Sesungguhnya si fulanah shalat yang wajib dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta bersedekah dengan beberapa potong susu kering, dan ia tidak memiliki kebaikan selain ini, namun ia tidak mengganggu seorang pun?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Ia di Surga.”
[HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak (IV/183, no. 7304), Ibnu Hibban
(al-Ihsan XIII/77, no. 5764) dan Ahmad (II/440, no. 9673), berkata
al-Haitsami, “Dan para perawinya tsiqah (terpercaya).” dalam Majma’
az-Zawaid (VIII/169) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih
at-Targhib wat Tarhib, no. 2560]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan disebutkan dalam al-Ihsan (XIII/77, no. 5764) dalam Bab:
“Penyebutan hadits-hadits tentang kewajiban seseorang untuk
meninggalkan mengganggu kaum muslimin dengan lisannya, meskipun ia
bersemangat besar dalam menjalankan ketaatan-ketaatan.” (Dikutip dari
buku Sepenggal Catatan Perjalanan Dari Madinah Hingga ke Radio Rodja,
Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrazaq al-Badr hafizhahullah,
karya Ustadz Firanda hafizhahullah)
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kekuatan oleh Allah
Ta’ala untuk menjauhi sebab-sebab yang dapat menghanguskan amal shalih
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dan kita memohon kepada Allah
Ta’ala, semoga amalan yang kita kerjakan tercatat sebagai amalan
shalih, yang diterima di sisi-Nya, amin.