Sudahkah halal hubungan laki-laki dengan wanita setelah lamaran atau peminangan?
Ada suatu tradisi di sebagian tempat di Jawa yang disebut nyantri.
Yang dimaksud nyantri di sebagian tempat adalah nginapnya calon pengantin pria di tempat perempuan. Ada yang bisa jadi berdua-duaan terus dengan calon pengantin perempuan. Ada yang barangkali terpisah namun masih satu rumah.
Syaikh Prof. Dr. Mustofa Al Bugho –ulama Syafi’iyah di zaman ini- menyatakan bahwa ada tradisi yang menyebar di tengah kaum muslimin di mana calon pengantin pria dan wanita saling berdua-duaan setelah peminangan. Tujuannya adalah untuk saling mengenal satu dan lainnya, untuk mengenal akhlak dan tabi’at masing-masing.
Namun sebenarnya yang ditampakkan itu bersifat subjektif. Karena biasanya yang nampak direka-reka atau dibuat-buat. Keduanya pura-pura baik, berpura-pura lembut, berpura-pura saling perhatian. Beda halnya jika orang lain yang menilai karakternya, dari keluarga atau teman dekat calon pasangan. Jelas yang terakhir ini lebih objektif.
Intinya, kata Syaikh Al Bugho hubungan berdua-duaan seperti itu sebelum terjadinya akad, termasuk perkara yang diharamkan. Syari’at Islam yang suci ini tak merestuinya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Beliau juga menyinggung bahwa seorang gadis tentu saja tidak menampakkan dirinya di hadapan pria setelah dikhitbah (dipinang) hingga akad nikah telah sempurna diikrarkan. Karena yang wajib dipikirkan adalah ke depannya. Yang harus dipikir akibat di depan yaitu jika yang mengkhitbah ini ternyata membatalkan lamarannya (khitbahnya), nanti setelah itu ada laki-laki lain yang bisa melamarnya kembali. Laki-laki yang baru ini akan menyesal jika tahu hubungan yang dahulu ada yang sangat dekat.
Namun jika akad nikah sudah berlangsung, maka halal-lah untuk berdua-duaan. Karena ketika itu sudah menjadi pasangan yang legal. Keduanya bisa saling melihat satu dan lainnya, tanpa ada dosa dan larangan.
Dari penjelasan ulama Syafi’iyah di atas, silakan kita berpikir bagaimanakah hubungan tak legal dalam pacaran saat ini. Padahal belum ada akad, belum ada status apa-apa. Hubungan setelah wanita dipinang saja tetap belum halal. Barulah halal setelah akad nikah itu berlangsung.
Mau status legal ataukah tidak? Silakan dipikirkan.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Ada suatu tradisi di sebagian tempat di Jawa yang disebut nyantri.
Yang dimaksud nyantri di sebagian tempat adalah nginapnya calon pengantin pria di tempat perempuan. Ada yang bisa jadi berdua-duaan terus dengan calon pengantin perempuan. Ada yang barangkali terpisah namun masih satu rumah.
Syaikh Prof. Dr. Mustofa Al Bugho –ulama Syafi’iyah di zaman ini- menyatakan bahwa ada tradisi yang menyebar di tengah kaum muslimin di mana calon pengantin pria dan wanita saling berdua-duaan setelah peminangan. Tujuannya adalah untuk saling mengenal satu dan lainnya, untuk mengenal akhlak dan tabi’at masing-masing.
Namun sebenarnya yang ditampakkan itu bersifat subjektif. Karena biasanya yang nampak direka-reka atau dibuat-buat. Keduanya pura-pura baik, berpura-pura lembut, berpura-pura saling perhatian. Beda halnya jika orang lain yang menilai karakternya, dari keluarga atau teman dekat calon pasangan. Jelas yang terakhir ini lebih objektif.
Intinya, kata Syaikh Al Bugho hubungan berdua-duaan seperti itu sebelum terjadinya akad, termasuk perkara yang diharamkan. Syari’at Islam yang suci ini tak merestuinya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Beliau juga menyinggung bahwa seorang gadis tentu saja tidak menampakkan dirinya di hadapan pria setelah dikhitbah (dipinang) hingga akad nikah telah sempurna diikrarkan. Karena yang wajib dipikirkan adalah ke depannya. Yang harus dipikir akibat di depan yaitu jika yang mengkhitbah ini ternyata membatalkan lamarannya (khitbahnya), nanti setelah itu ada laki-laki lain yang bisa melamarnya kembali. Laki-laki yang baru ini akan menyesal jika tahu hubungan yang dahulu ada yang sangat dekat.
Namun jika akad nikah sudah berlangsung, maka halal-lah untuk berdua-duaan. Karena ketika itu sudah menjadi pasangan yang legal. Keduanya bisa saling melihat satu dan lainnya, tanpa ada dosa dan larangan.
Dari penjelasan ulama Syafi’iyah di atas, silakan kita berpikir bagaimanakah hubungan tak legal dalam pacaran saat ini. Padahal belum ada akad, belum ada status apa-apa. Hubungan setelah wanita dipinang saja tetap belum halal. Barulah halal setelah akad nikah itu berlangsung.
Mau status legal ataukah tidak? Silakan dipikirkan.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.